Di umur 28, Christianto Ario tidak lagi se-ambisius dulu. Banyak manusia memandang hal ini sebagai kutukan, namun kondisi ini justru membuat Ario menghadiahkan kita dengan Distant Memories: album ketiga Kurosuke dengan capaian artistik yang lebih lentur, proses kreatif simpel namun tajam dan yang terpenting: penemuan self awareness baru yang membebaskannya dari belenggu ekspektasi diri sendiri.
Padahal bicara ekspektasi, setelah debut album self titled (2018) dan The Tales of Roses and Wine, (2019)ekspektasi semua orang terhadap Kurosuke jauh dari rendah. Masalahnya,parapendengar setia sudah merelakan lagu-lagu Kurosuke masuk ke dalam adegan-adegan intim hidup para fansnya. Ario mengaku banyak pendengar yang menggunakan album Self Titled Kurosuke sebagai musik latar bercinta. Tak kalah dalam, album Roses and Wine banyak dijadikan sebagai soundtrack pernikahan. Dua kegiatan penting yang sangat amat personal.
Kalau mau jujur, tidak sulit untuk membayangkan karya-karya Kurosuke merasuk ke dalam keseharian kehidupan personal para penikmatnya. Arsitektur musikal Kurosuke dibangun dengan sederhana namun penuh dengan lapisan yang penuh perhitungan. Walaupun karya-karyanya bisa berdiri mandiri secara individual, Ario ingin Kurosuke dinikmati sebagai sebuah entitas dan perasaan yang terpadu, bukan sebagai lagu-lagu terpisah yang berdiri sendiri. Setelah perjalanan dua album yang lekat di hati para pendengarnya, melalui Distant Memories Kurosuke melahirkan tantangan baru untuk dirinya sendiri: Meredefinisikan nostalgia.
Sebagai appetizer, Ario mengundang kita untuk loncat ke momen masa kecil yang familiar. “Akhir pekan dan sore yang hangat, kamu duduk di kursi belakang empat roda yang melaju dengan konstan. Ayah dan Ibu berpasangan di kursi depan, menentukan lagu apa yang akan diputar sepanjang perjalanan. Kita tidak punya kuasa untuk memilih, namun nada-nada tersebut perlahan menempel di dalam kepala dan tumbuh menjadi core memory kita,” jelasnya. Saya tersenyum saat mendengarkan penjelasannya, teringat tumpukan ingatan yang persis dengan apa yang ia baru paparkan.
Distant Memories memiliki palet dan struktur melodi yang dirancang untuk mengundang sensasi nostalgia, tanpa harus memiliki memori tertentu yang terasosiasi dengan perasaan tersebut. Kurosuke dengan cermat melakukan kurasi nada dan komposisi yang terasa familiar di telinga dari karya yang sepenuhnya baru. Dengan upaya-upaya produksi yang modern, Distant Memories membekukan sensasi masa lampau yang memantik rasa penasaran pendengarnya untuk terlibat lebih jauh. Hal yang paling impresif bagi saya dari album ini, dengan referensi dan visi yang cukup jelas, tidak ada satupun lagu di album ini yang terdengar seperti upaya plagiarisme yang malas. Dengan strategi ini, delapan track di album ini bakal mudah bertengger jadi konsumsi Anda sehari-hari.
Mendengarkan Distant Memories, jelas bahwa Kurosuke tidak mengekang diri untuk berfokus kepada satu pendekatan musik untuk merampungkan album ini. Dia mencatat inspirasi dari mulai ABBA, The Carpenters, hingga Prince sebagai pilar-pilar inspirasi yang mengarahkannya kepada estetika yang bisa Anda nikmati.
Berpasangan dengan misinya untuk meredefinisikan nostalgia, departemen lirik album ini memiliki alur yang sama uniknya. Kurosuke menyisakan ruang interpretasi bagi para pendengarnya untuk membangun makna dan relasi spesial dengan lagu-lagu di album ini. “Siapapun yang mendengarkan masih punya kebebasan untuk mengaplikasikan relevansi kehidupan mereka ke dalam karya-karya ini,” imbuhnya. Terdengar jelas pada track-track seperti Hourglass dan Cherie, di mana ada bagian-bagian lirik dengan ambiguitas yang intensional.
Namun tidak ada yang ambigu dari bagaimana Distant Memories merefleksikan pencapaian diri pribadinya. Album ini menandai babak baru Kurosuke yang lebih dewasa: menjadi lebih vulnerable dengan menanggalkan tameng perfeksionis, menjalin relasi profesional yang lebih esensial dengan ekosistem di sekitarnya, dan berfokus kepada output komprehensif di sirkuit artistik. “Manggung kini terasa seperti field trip dengan sahabat-sahabat. Sebelum ini rasanya seperti presentasi proyek ke klien,” ujarnya memberikan analogi. Ario juga belajar merenggangkan nadi-nadi musikalnya yang saklek untuk membuka ruang kreativitas yang spontan. Hasilnya? Distant Memories kaya akan tekstur, dan menawarkan kualitas songwriting yang lebih matang.
Pada akhirnya, album ini tidak hanya berakhir semata-mata sebagai kontinuitas karya, namun sebuah cinderamata berkesan dari Kurosuke untuk para penikmatnya. Selamat menikmati dan bernostalgia bersama Distant Memories.