Solois muda Taiwan, LÜCY merilis album penuh pertamanya yang diberi tajuk namanya sendiri pada Juni 2022 lalu. Mengkombinasikan musik folk yang segar dengan nuansa dream pop yang mengawang, LÜCY hendak memperluas jangkauan pendengarnya setelah sukses menarik perhatian di kancah musik lokal Taiwan.
Berisi 11 trek yang dikemas dalam format vinyl, debut ini menghimpun sejumlah lagu yang sebelumnya dilepas sebagai single. Selain lagu populer “CACTUS” yang dirilis pada 2021 dan melejitkan namanya, ada juga lagu “Heaven.zip”. Selain itu terdapat lagu “EYE(S)”, “Birdie” dan “OH HEY” yang dirilis sepanjang Februari hingga Mei 2022. Di lagu “OH HEY”, LÜCY berkolaborasi dengan trio rock Jepang, hitsujibungaku.
Dalam format digital di Spotify Indonesia, album ini hanya berisi 10 trek minus “OH HEY”. Lagu tersebut bisa didengar terpisah sebagai single di luar album. Sementara “Birdie” ditampilkan dalam judul Mandarin-nya, “電線桿上的鳥” (pinyin: Diànxiàn gǎn shàng de niǎo).
LÜCY memulai aktivitas bermusiknya lewat sejumlah lagu yang ia rekam sendiri di kamar tidurnya. Dikutip dari sesi Unmute Vol. 1 di Taiwan Beats, beberapa inspirasi yang ia sebut seperti Beabadoobee dan Girl in Red. Siapa sangka jika karya yang ia lepas pertama kali lewat situs musik lokal Street Voice melambungkan namanya begitu cepat. Dalam waktu singkat, seiring perilisan album barunya, ia merambah pendengar dunia lewat sejumlah festival besar. Di tahun ini ia berkesempatan tampil di Kaunas 2022 di Lithuania dan Primavera Sound Festival di Spanyol.
Sebuah Audible Diary
Album penuh LÜCY punya nuansa kontemplatif. Topik yang ia angkat seringkali bersinggungan langsung dengan hidupnya.
“Kebanyakan orang memilih untuk merekam hidupnya dengan menulis diary. Sementara saya, sangat senang merekam apa yang terjadi dalam hidup daya lewat melodi dan lirik,” kata LÜCY yang punya nama asli Liao Hsin-ning.
LÜCY menambahkan, “Album pertama ini, yang secara eponim diberi judul LÜCY, adalah sebuah audible diary buat saya.”
Hal itu sudah terasa sejak trek pembuka, “2021”. Bukan hanya menyajikan trek yang introspektif dan dinamis, LÜCY juga memunculkan potret kesehariannya lewat suara percakapan dengan keluarga, dengkuran kucing, dan nyanyian burung. Sebuah gerbang yang mengantarkan pendengar untuk memasuki lebih banyak pengalaman LÜCY di trek-trek lainnya. Setelah “2021”, megahits “CACTUS” didapuk menjadi trek kedua.
Selain musikalitas yang mumpuni, LÜCY juga menghadirkan keberagaman bahasa dalam tiap treknya. Mayoritas lagunya memang dinyanyikan dalam Bahasa Inggris dan Mandarin, atau kombinasi keduanya. Seperti pada lagu “Birdie” atau “Heaven.zip”. Selain itu ada juga bahasa Jepang dalam “OH HEY” dan lagu “isahini” yang dinyanyikan dalam bahasa adat keluarganya. Untuk diketahui, selain Mandarin, Taiwan juga mengenal sejumlah bahasa lokal seperti Hokkien, Hakka, dan banyak sekali bahasa adat. Bagi LÜCY, tiba-tiba mendapat sorotan karena kesuksesan beberapa lagu tunggalnya bukan hal mudah. Apalagi sebelumnya ia lebih sering berada di kamar dan merekam musiknya sendiri. Namun, LÜCY kini bukan lagi anak perempuan penyendiri yang menulis diary-nya lewat melodi. Ia telah belajar berkolaborasi dan berinterkasi tidak hanya dengan rekan bermusiknya di band pengiring, tetapi juga produser, dan para pendengar. Ia pun berharap karyanya bisa menjangkau lebih banyak lagi penikmat musik dari berbagai penjuru bumi.
Tentang LÜCY
LÜCY adalah solois muda Taiwan yang kini berusia 22 tahun. Sejak kelas dua SD, musik telah menjadi bagian hidupnya. Ia bahkan menamatkan pendidikan SMA-nya di jurusan musik populer. Seiring kemampuannya yang terus berkembang, LÜCY memberanikan diri menulis dan merekam lagu pertamanya di usia 19 tahun. Demo lagu pertamanya ini kemudian ia kirim ke salah satu gurunya, seorang produser musik yang dikenal dengan moniker Deja Fu.
“Ini adalah perjalanan pertama saya untuk merangkak ke dunia musik,” kata LÜCY.
Musisi muda yang di luar musik menggemari yoga dan melukis ini mengaku kesulitan saat karyanya jadi sorotan. Ia yang biasanya berkarya sendiri mulai mengenal band pengiring dan produser. Di sisi lain, itu membuat musiknya lebih bagus. Tetapi di sisi lain, sebagai pribadi yang cenderung tertutup dan kurang percaya diri, ia mengaku kesulitan beradaptasi.
“Sekarang setelah dua tahun berada di kancah, saya mulai mengembangkan diri saya keluar dari keragu-raguan atas kemampuan saya,” kata dia. Ya, kini LÜCY memang telah berkembang menjadi salah satu musisi Taiwan yang patut diantisipasi dunia. Tur Eropanya beberapa bulan lalu yang disambut positif oleh audiens Benua Biru membuktikan kalau dia tak hanya piawai dalam rekaman, tetapi juga di panggung.